Selasa, 16 Oktober 2018

Pajak Penghasilan Pasal 22



A. Pendahuluan 
A1. Dasar Hukum 

- Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008 

- Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 08/ PMK.03/2008 

- Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S - 1637/PJ.532/2000 Tentang Pembebasan PPN Dan PPh Pasal 22 Impor 

- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 Tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Dari Pembeli Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah 
A2. Pengertian Akuntansi Pajak Penghasilan Pasal 22 

PPh Pasal 22 merupakan salah satu bentuk pemotongan dan pemungutan PPh yang dilakukan oleh Pihak lain terhadap Wajib Pajak yang melakukan penyerahan barang. Pada umumnya pengenaan PPh Pasal 22 ini dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap menguntungkan sehingga penjual atau pembelinya kemungkinan besar akan mengalami keuntungan. Selain itu juga PPh pasal 22 ini dapat dikenakan pada Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah. Jadi Akuntansi PPh Pasal 22 adalah bagaimana proses pencatatan transaksi kaitannya dengan PPh Pasal 22. 

Ketika perusahaan melakukan transaksi penyerahan barang/jasa kena pajak kepada bendaharawan pemerintah maka selain dipungut PPN, juga akan dipungut PPh pasal 22 oleh bendaharawan pemerintah. Saat itu perusahaan akan mencatat: 

Kas/Piutang Dagang xxx 

Penjualan xxx 

PPN Keluaran xxx 

(Mencatat penjualan) 

PPh Pasal 22 dibayar dimuka xxx 

PPN Keluaran xxx 

Kas xxx 

(Mencatat pemungutan PPh Pasal 22 dan PPN) 

PPh pasal 22 yang dipungut oleh pemungut maka bagi perusahaan dianggap sebagai biaya dibayar dimuka. Biaya ini nantinya akan dapat dipakai sebagai kredit pajak untuk pajak terutang tahunan nantinya 

Berdasarkan Undang-Undang No 36 Tahun 2008 pasal 22 

menyebutkan bahwa Menteri Keuangan dapat menetapkan beberapa pihak yang berhak memungut PPh Pasal 22, diantaranya adalah sebagai berikut: 

a. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang 

b. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan 

c. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 

Berdasarkan pada ketentuan baru yang mengatur tentang PPh Pasal 22, yang berlaku mulai 1 Januari 2009 para pihak yang berhak yang menjadi pemungut atas PPh Pasal 22 dapat dijabarkan lebih luas yaitu sebagai berikut: 

a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang 

b. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat ataupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang 

c. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD) 

d. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank- bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN 

e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri 

f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas 

g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul 

h. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 

B. Beberapa Barang yang Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 

Berdasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/ PMK.03/2008. Beberapa penjualan barang yang tergolong sangat mewah adalah sebagai berikut: 

1. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20 milyar; 

2. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10 milyar; 

3. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500 m2 

4. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10 milyar dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 

5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5 milyar dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc 

C. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 sangat bervariasi, berdasarkan pertauran pemerintah besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan adalah sebagai berikut: 

a. Atas impor: 

1 yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor; 

2 yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor 

3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang; 

b. Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 2,3, dan 4 sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian. 

c. Atas penjualan hasil produksi atau pembelian bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 5,6 dan 7 berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. 

Ketentuan di atas hanya berlaku bagi wajib pajak yang mempunyai NPWP. Ketentuan bagi wajib pajak yang tidak mempunyai NPWP akan lebih tinggi 100% dari tarif pajak semula jika mempunyai NPWP. Misalnya suatu transaksi terutang PPh Pasal 22 sebesar 1.5 

% dari harga jual tidak termasuk PPN, bagi WP yang tidak ber-NPWP akan dipungut PPh 22 dengan tariff 2x lipat (lebih tinggi 100%) yaitu sebesar 3 %. 

D. Dasar Pengenaan Pajak 

Dasar pengenaan pajak penghasilan pasal 22 adalah sebagai berikut: 
a. Harga Jual/Beli 

Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 

Berikut ini adalah contoh perhitungan PPh pasal 22 yang harus dipungut oleh para pemungut: 
Contoh: 

1. PT. ABC sebagai penjualan barang elektronik, menjual TV kepada Departemen Keuangan dengan harga jual Rp 2.200.000,- sudah termasuk PPN. Berapakah bersarnya Pajak penghasilan yang harus dipungut oleh Departemen Keuangan? 

Jawab: 

Karena Departemen Keuangan adalah salah satu badan yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, maka atas transaksi penjualan di atas harus dipungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5 % dari harga Jual sebelum dikenakan PPN 10%. 

Harga jual = 100 ×Nilai penjualan 110 

Harga jual = 100 ×Rp2.200.000 = 2.000.000,− 110 

PPh22 = 1,5%×2.000.000 

PPh22 = 300.000 

Catatan Bagi PT. ABC sebagai penjual (asumsi: Metode Fisik) 

Kas 2,200,000 

Penjualan 2,000,000 

PPN Keluaran (Mencatat penjualan tunai) 200,000 

PPh Pasal 22 dibayar dimuka 300,000 

PPN Keluaran 200,000 

Kas 500,000 

(Mencatat pemungutan PPh Pasal 22 dan PPN oleh Departemen Keuangan) 
Catatan Bagi Departemen Keuangan sebagai pembeli 

Belanja Barang 2,200,000 

Kas 2,200,000 

(Mencatat pembelian tunai) 

Kas 500,000 

Penerimaan PPh Pasal 22 Rp. 300,000 

Penerimaan PPN 200,000 

(Mencatat pemungutan PPh Pasal 22 dan PPN) 
b. Nilai Impor 

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut menurut Undang-Undang ini 

Nilai Impor=(Cost+Insurace+Freight)+BeaLainnya 

2. PT. ABC mengimpor barang elektronik dari Taiwan sebanyak 100 unit dengan harga US$ 100, ditambah bea masuk 1%, bea lainnya sebesar 0,5% dari harga jual. Pada saat itu kurs yang berlaku Rp 10.000,-/$. Berapakah bersarnya Pajak penghasilan yang harus dipungut oleh Dirjen Bea Cukai? 

Karena Dirjen Bea Cukai adalah salah satu badan yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22. Jika PT. ABC diasumsikan mempunyai API maka atas transaksi penjualan di atas harus dipungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5 % dari harga Jual sebelum dikenakan PPN 10%. 

Jawab: 

Cost=100unit ×100×10.000 Cost=100.000.000 

Bea Masuk =1%×100.000.000=1000.000 BeaLainnya=0,5%×100.000.000=500.000 

Nilai Impor=(Cost+Insurace+Freight)+BeaLainnya 

Nilai Impor=100.000.000+1.000.000+500.000=101.500.000 

PPh22=2,5%×Rp101.500.000 PPh22=2.537.500 

PPN = 10% X Rp 101.500,000 

= 10,150,000 

Catatan Bagi PT. ABC sebagai penjual (asumsi: Metode Fisik) 

Pembelian 

101,500,000 

Hutang Dagang (Mencatat pembelian kredit) 

101,500,000 

PPh Pasal 22 dibayar dimuka 

2,537,500,000 

PPN Keluaran 

10,150,000 

Kas 

2,547,650,000 

(Mencatat pemungutan PPh Pasal 22 dan PPN oleh Dirjen Bea Cukai) 

Catatan Bagi Bea Cukai sebagai pemungut 

Kas 500,000 

Penerimaan PPh Pasal 22 300,000 

Penerimaan PPN 200,000 (Mencatat pemungutan PPh Pasal 22 dan PPN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar