Senin, 15 Oktober 2018

Pajak Penghasilan Pasal 25, 28A, 29, dan 31E



A. Pendahuluan 
A1. Dasar Hukum 

- Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008 

- Petunjuk Pengisian SPT PPh Badan 1771 (Rp) 

- Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2007 
A2. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25 

Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan No 36 Tahun 2008, PPh Pasal 25 merupakan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu. PPh Pasal 25 ini berbeda dengan pajak lain. Jika Pajak lainnya besarnya ditentukan berdasarkan besarnya transaksi, misalnya Deviden sebesar Rp 100 juta maka besarnya PPh Pasal 23 sebesar Rp 15 Juta (15% X Rp 100 juta), atau Penjualan sebesar Rp 100 Juta (1,5% X Rp 100 juta). Namun pada PPh Pasal 25 ini dapat dihitung berdasarkan perhitungan pajak selama satu tahun pajak yang bersangkutan, lalu diperhitungkan juga besarnya pajak yang telah dibayar sendiri oleh waib pajak maupun pajak yang telah dipungut atau dipotong oleh pihak lain. 

Akuntansi Pajak Penghasilan Pasal 25 merupakan proses pencatatan transaksi kaitannya dengan saat pengakuan PPh Pasal 25, pembayaran PPh Pasal 25 dan saat pelaporan PPh Pasal 25. Sebelum menghitung PPh Pasal 25 perlu dihitung dahulu PPh Pasal 29/28A atau kurang/lebih bayarnya pajak terutang selama setahun. Menghitung besarnya PPh Pasal 29/28A yang berasal dari pajak terutang selama setahun dikurangi seluruh kredit pajak mulai dari PPh Pasal 21 s/d 25. Ketika dihitung hasilnya kurang bayar, maka perusahaan akan mencatat sebagai berikut: 

Biaya Pajak xxx 

PPh Pasal 21/22/23 xxx 

PPh Pasal 24/25 xxx 

Fiskal Luar Negeri xxx 

Hutang PPh Pasal 29 xxx 

(Mencatat PPh terutang kurang bayar) 

Ketika dihitung hasilnya lebih bayar, maka perusahaan akan mencatat sebagai berikut: 

Biaya Pajak xxx 

Piutang PPh Pasal 28A xxx 

PPh Pasal 21/22/23 xxx 

PPh Pasal 24/25 xxx 

Fiskal Luar Negeri xxx 

(Mencatat PPh terutang lebih bayar) 

Setelah menghitung besarnya PPh Pasal 29/28A, lalu kita hitung besarnya PPh Pasal 25 dengan caramengurangkan antara pajak terutang selama setahun dengan seluruh kredit pajak kecuali 25 lalu dibagi 12 bulan. PPh Pasal 25 ini menjadi dasar untuk pembayaran pada tahun yang akan dating. Ketika membayar PPh Pasal 25, maka perusahaan akan mencatat sebagai berikut: 

PPh Pasal 25 dibayar dimuka xxx 

Kas xxx 

(Mencatat pembayaran PPh Pasal 25) 

Pembayaran PPh Pasal 25 untuk bulan ini akan dibayar pada bulan berikutnya. Untuk itu perlu dibuat untuk menyesuaiakan setoran PPh Pasal 25 bulan ini, maka Jurnal Penyesuaian yang perlu kita buat adalah: 

PPh Pasal 25 dibayar dimuka xxx 

Hutang PPh Pasal 25 xxx 

(Mencatat pengakuan PPh Pasal 25 bulan ini) 

Lalu pembayaran yang dilakukan pada bulan berikutnya akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut: 

Hutang PPh Pasal 25 xxx 

Kas xxx 

(Mencatat pembayaran PPh 25 pada bulan berikutnya) 

B. Dasar Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 

Dasar perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: 

1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 

2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, 

Setelah diperoleh hasil pengurangan tersebut, kemudian dibagi 

12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Intinya adalah dalam perhitungan PPh Pasal 25, semua pemungutan dan pemotongan pajak penghasilan pada tahun tertentu akan menjadi pengurang atau kredit pajak untuk pajak terutang tahun tertentu itu juga, kecuali pajak yang telah dibayar sendiri atau istilahnya PPh Pasal 

25. Jika dapat dirumuskan sebagai berikut: 

Pajak Terutang setahun : xxxxv Kredit Pajak 

- PPh Pasal 21 xxx 

- PPh Pasal 22 xxx 

- PPh Pasal 23 xxx 

- PPh Pasal 24 xxx + 

Total Kredit Pajak : xxx - 

Pajak Kurang/Lebih Bayar xxx 

PPh Pasal 25 : Hasil diatas /12 

Sedangkan untuk menghitung besarnya PPh Pasal 28A/29 adalah sebagai berikut: 

Pajak Terutang setahun 

Kredit Pajak 

: xxxx 

- PPh Pasal 21 

xxx 

- PPh Pasal 22 

xxx 

- PPh Pasal 23 

xxx 

- PPh Pasal 24 

xxx 

- PPh Pasal 25 

xxx + 

Total Kredit Pajak 

: xxx - 

Pajak Kurang (29)/Lebih Bayar (28A) xxx 

Keterangan: 

- Jika pajak terutang pada tahun tersebut melebihi jumlah kredit pajak yang telah dipungut oleh pihak lain maka akan muncul kurang bayar. Kurang bayar disini yang disebut sebagai PPh Pasal 29. 

- Jika pajak terutang pada tahun tersebut kurang dari jumlah kredit pajak yang telah dipungut oleh pihak lain maka akan muncul lebih bayar. Lebih bayar disini yang disebut sebagai PPh Pasal 28A. 
Contoh: 

Pada tahun 2009 PT. ABC mencatat peredaran bruto Rp 55 Miliar dan penghasilan kena pajak sejumlah Rp 100 juta. Jika pada tahun tersebut perusahaan telah dipotong dan dipungut PPh Pasal 22 sebesar 2 juta, PPh Pasal 23 sebesar 3 juta. Berapakah besarnya PPh Pasal 29/28A dan PPh Pasal 25 yang menjadi dasar angsuran pembayaran untuk tahun pajak yang akan datang? 

Jawab: 
PPh Pasal 28A/29: 

Penghasilan kena pajak : 100 juta Pajak Terutang setahun (28% X 100 juta) : 28 juta 

Kredit Pajak 

- PPh Pasal 22 2 Juta 

- PPh Pasal 23 3 Juta + 

Total Kredit Pajak : 5 juta - 

Pajak Kurang Bayar (Pasal 29) : 23 Juta 
PPh Pasal 25: 

Penghasilan kena pajak : 100 juta Pajak Terutang setahun (28% X 100 juta) : 28 juta Kredit Pajak 

- PPh Pasal 22 2 Juta 

- PPh Pasal 23 3 Juta + 

Total Kredit Pajak : 5 juta - 

Pajak Kurang/Lebih Bayar : 23 Juta 

PPh Pasal 25 : 23 Juta /12 

: 1.916.667 

Jadi Besarnya PPh Pasal 25 adalah sebesar 1.916.667,- Catatan yang harus dibuat adalah: 

Biaya Pajak 

28,000,000 

PPh Pasal 22 

2,000,000 

PPh Pasal 23 

3,000,000 

Hutang PPh Pasal 29 

23,000,000 

(Mencatat PPh terutang kurang bayar) 

C. Perlakuan Khusus perhitungan PPh Terutang untuk Wajib Pajak Badan 

Berdasarkan pada pasal 17 ayat (2b) disebutkan bahwa Tarif khusus bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib Pajak tersebut dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 
Contoh: 

Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam tahun pajak 2009 Rp1.250.000.000,00 

Pajak Penghasilan yang terutang 

= (28% - 5%) x Rp1.250.000.000,00 

= Rp 287.500.000,00. 

Pada TariPPh Pasal 31E disebutkan bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). 

Berdasarkan penjelasan pada Pasal 31E di atas maka, perhitungannya dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 

1) Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut: 

PPh terutang = 50% X 28% X seluruh Penghasilan Kena Pajak 

2) Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,00 sampai dengan Rp 50.000.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut: 

PPh Terutang = [(50% X 28%) X PKP yang memperoleh fasilitas] 

+ [28% X PKP yang tidak memperoleh fasilitas] 
Contoh: 

Peredaran bruto PT ABC dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00. 

Jawab: 

Penghitungan pajak yang terutang yaitu seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00. 

Pajak Penghasilan yang terutang 

= 50% x 28% x Rp 500.000.000,00 

= Rp 70.000.000,00 

Jika Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000,00. 

Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang: 

a. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas 

= (Rp 4.800.000.000,00 : Rp 30.000.000.000,00) x Rp 3.000.000.000,00 

= Rp 480.000.000,00 

b. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas 

= Rp 3.000.000.000,00 – Rp 480.000.000,00 

= Rp 2.520.000.000,00 

c. Total Pajak Penghasilan yang terutang 

= (50%x 28% x Rp480.000.000,00) + (28% x Rp2.520.000.000,00) 

= Rp 67.200.000,00 + Rp 705.600.000,00 

= Rp772.800.000,00 

D. Beberapa Ketetentuan Kaitannya dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 

Ada beberapa ketentuan khusus yang perlu diperhatikan kaitannya dengan Pajak penghasilan Pasal 25, dinatanranya adalah sebegai berikut: 

1. Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak. 

2. Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut: 

a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian 

b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur 

c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan 

d. Wajib Pajak di berikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan 

e. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan 

f. terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak. 

3. Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi: 

a. Wajib Pajak baru 

b. Bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala 

c. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto. 

4. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2010. 

5. Pajak Penghasilan atas berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh untuk bagian tahun pajak. 
Contoh: 

Pada Tahun 2009 Budi melaporkan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Rp 50.000.000,00 dikurangi: 

a. Pajak Penghasilan Pasal 21 Rp15.000.000,00 

b. Pajak Penghasilan Pasal 22 Rp10.000.000,00 

c. Pajak Penghasilan Pasal 23 Rp 2.500.000,00 

d. Pajak Penghasilan Pasal 24 Rp 7.500.000,00 (+) Jumlah kredit pajak Rp35.000.000,00 (-) 

Selisih Rp15.000.000,00 

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2010 adalah sebesar Rp1.250.000,00 (Rp15.000.000,00 dibagi 12). 

Namun jika Si Budi memperoleh penghasilan pada tahun 2009 mulai bulan Juli atau masa 6 (enam) bulan dalam tahun 2009, maka besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2010 adalah sebesar Rp2.500.000,00 (Rp15.000.000,00 dibagi 6). 

6. Mengingat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak orang pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi Wajib  Pajak badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung sesuai dengan ketentuan pada ayat (1). Berdasarkan ketentuan ini, besarnya angsuran pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan adalah sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu. 
Contoh: 

Apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan oleh Wajib Pajak orang pribadi pada bulan Februari 2010, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar Wajib Pajak tersebut untuk bulan Januari 2010 adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember 2009, misalnya sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Apabila dalam bulan September 2009 diterbitkan keputusan pengurangan angsuran pajak menjadi nihil sehingga angsuran pajak sejak bulan Oktober sampai dengan Desember 2009 menjadi nihil, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar Wajib Pajak untuk bulan Januari 2010 tetap sama dengan angsuran bulan Desember 2009, yaitu nihil. 

7. Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, angsuran pajak dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut. Perubahan angsuran pajak tersebut berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya surat ketetapan pajak. 
Contoh: 

Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2009 yang disampaikan Wajib Pajak dalam bulan Februari 2010, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus  dibayar adalah sebesar Rp1.250.000,00 (satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah). Dalam bulan Juni 2010 telah diterbitkan surat ketetapan pajak tahun pajak 2009 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). Berdasarkan ketentuan dalam ayat ini, besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2010 adalah sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut bisa sama, lebih besar, atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan. 

8. Pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir tahun. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan ini dalam hal-hal tertentu Direktur Jenderal Pajak diberikan wewenang untuk menyesuaikan perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan apabila terdapat kompensasi kerugian; Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan tidak teratur; atau terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak. 

9. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi maupun badan yang melakukan perjalanan keluar negeri yang dikenakan fiskal luar negeri, maka besarnya fikal luar negeri tersebut dapat dikreditkan dengan besarnya pajak terutang yang harus dibayar atau istlahnya disebut sebagai kredit pajak. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut kaitannya dengan Fiskal Luar Negeri sebagai berikut : 
Tarif Fiskal Luar Negeri adalah: 

a. Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah), untuk setiap kali perjalanan dengan menggunakan pesawat udara; 

b. Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah), untuk setiap kali perjalanan dengan menggunakan kapal laut 

Pengecualian Fiskal Luar Negeri 

Beberapa Orang Pribadi yang akan bertolak ke luar negeri dikecualikan dari pembayaran FLN dengan cara sebagai berikut: 

- Pembebasan langsung, diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang; 

- Pembebasan melalui pemberian Surat Keterangan Bebas Fiskai Luar Negeri (SKBFLN) diterbitkan Unit Fiskal Luar Negeri (UPFLN) DJP. 
Pembebasan Langsung: 

Ada beberapa wajib pajak yang dibebaskan dari fiscal luar negeri secara langsung diantaranya adalah sebagai berikut : 

1. Orang asing yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dengan menunjukkan visa kunjungan atau visa singgah. 

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, termasuk anggota keluarganya dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka, yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama- sama mereka, sepanjang bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik, dengan menunjukkan paspor Diplomatik. 

3. Dalam hal keberangkatannya ke luar negeri dalam rangka penempatan di luar negeri, pembebasan diberikan juga kepada isteri dan anak-anaknya yang merupakan anggota keluarga yang belum berusia 25 tahun, belum kawin, belum mempunyai penghasilan, masih menjadi tanggungan dan tinggal bersama di wilayah akreditasi sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf b angka (2) Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/993/PD/XI/72 tanggal 12 Juni 1972. 

4. Pejabat-pejabat dari perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk Subjek Pajak Penghasilan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, termasuk anggota keluarganya, sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia, dengan menunjukkan paspor Diplomatik. Dalam hal keberangkatannya ke luar negeri dalam rangka penempatan di luar negeri, pembebasan diberikan juga kepada isteri dan anak-anaknya yang merupakan anggota keluarga yang belum berusia 25 tahun, belum kawin, belum mempunyai penghasilan, masih menjadi tanggungan dan tinggal bersama di wilayah akreditasi sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf b angka (2) Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/993/PD/XI/72 tanggal 12 Juni 1972. 

5. Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal tetap di luar negeri yang memiliki dokumen resmi sebagai penduduk negeri tersebut, dengan menunjukkan salah satu dari tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk luar negeri berikut ini: 

a. Green Card; 

b. Identity Card; 

c. Student Card; 

d. Pengesahan alamat di luar negeri pada Paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; 

e. Surat Keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; 

f. Tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat. 

6. Meskipun seseorang mempunyai salah satu tanda pengenal resmi sebagaimana huruf a s.d. f, tetapi dalam kenyataannya tidak tinggal di negara tersebut tetapi tinggal di Indonesia lebih  dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang bersangkutan wajib membayar FLN pada saat akan bertolak ke luar negeri. 

7. Jemaah haji yang penyelenggaraannya dilakukan oleh instansi yang berwenang, dengan menunjukkan daftar nama para jemaah haji oleh pimpinan rombongan dan petugas pelaksana pemberangkatan haji yang pembiayaannya dibebankan pada Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) dengan menyerahkan surat dari Departemen Agama. 

Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi Jemaah Haji Khusus yang penyelenggaraannya dibebankan pada BPIH Khusus. 

8. Orang pribadi yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah Republik Indonesia melalui darat. 

9. Para pekerja Warga Negara Indonesia yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka program pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI), sepanjang tidak menerima penghasilan dari sumber di dalam negeri dengan 

a. menunjukkan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN); atau 

b. menyerahkan persetujuan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 

10. Mahasiswa dari negara asing yang berada di Indonesia dalam rangka belajar dengan rekomendasi dari perguruan tinggi tempat mereka belajar dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, dengan menyerahkan surat pernyataan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan surat rekomendasi sebagai mahasiswa atau pelajar dari pimpinan perguruan tinggi sekolah yang bersangkutan. Pembebasan tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga lainnya 

11. Orang asing yang berada di Indonesia dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia yang melaksanakan: 

a. penelitian di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan di bawah koordinasi lembaga pemerintah terkait; 

b. program kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan 

c. tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di bawah koordinasi instansi terkait, dengan menyerahkan surat pernyataan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan surat rekomendasi atau persetujuan dari instansi terkait. Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak- anaknya maupun anggota keluarga lainnya. 

12. Tenaga kerja warga negara asing, pendatang, yang bekerja di Pulau Batam, Pulau Bintan, Pulau Karimun, sepanjang mereka telah dipotong Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja, dengan menyerahkan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atau Pasal 26 yang telah dilegalisir oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batam atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tanjung Pinang atau Pejabat yang ditunjuk. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas biaya organisasi sosial termasuk 

1 (satu) orang pendamping, dengan menyerahkan surat persetujuan dari Menteri Kesehatan atau yang mewakilinya. 

10. Anggota misi kesenian, misi kebudayaan, misi olah raga atau misi keagamaan yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia ke luar negeri, dengan menyerahkan surat persetujuan dari menteri terkait atau yang mewakilinya dengan ketentuan sebagai berikut: 

a. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata untuk misi kesenian dan misi kebudayaaan; 

b. Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga untuk misi olah raga; 

c. Menteri Agama untuk misi keagamaan; 

13. Mahasiswa atau pelajar yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang akan belajar di luar negeri dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar yang diselenggarakan pemerintah atau badan asing dengan persetujuan menteri terkait. Mahasiswa atau pelajar yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran FLN adalah: 

a. Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Polisi Republik Indonesia (POLRI) yang dilengkapi dengan paspor dinas dan surat tugas atau perjalanan dinas; 

b. Mahasiswa atau pelajar dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Badan Asing dengan persetujuan Menteri Pendidikan Nasional; 

Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar